Tuesday, 13 November 2012

Cara Sembelihan Yang manusiawi







Penyembelihan Hewan menurut Syariah vs Barat

Dari: http://hasbee.wordpress.com/2009/12/01/penyembelihan-menurut-syariah-vs-barat/

Fakta dari sebuah penelitian: Penyembelihan Hewan Secara Islami tidak Membuat Hewan Merasa Sakit?

Hal yang kuhindari pada setiap Idul Adha atau Hari Raya Qurban adalah menyaksikan saat-saat penyembelihan. Selalu setiap tahunnya, sehabis shalat Ied dan Khutbah, aku langsung pulang menghindarkan diri dari prosesi itu. Entah mengapa aku begitu tak tega melihat saat hewan-hewan kurban tersebut disembelih lehernya, darah segar mereka yang mengalir deras, tubuh yang kejang berontak, dan lenguhan menjelang kematian. Padahal aku tahu bahwa semuanya hanyalah demi keta'atan atas perintah Allah swt dan ridho-Nya.

Lain halnya dengan seorang anggota parlemen wanita Belanda (lho… kok jauh banget yanyasarnya…). Marian Theim, ketua Partai Pembela HAM di Belanda, yang juga anggota parlemen Belanda, meminta dibatasinya cara penyembelihan menurut tata cara agama di Belanda. Ia menganggap cara penyembelihan menurut ajaran agama merupakan sesuatu yang tidak ‘manusiawi’ dan menimbulkan ekses yang ‘tidak perlu’ bagi binatang.

Entah, pernyataannya tersebut hanya dikarenakan kepeduliannya kepada hewan atau ada kaitannya dengan propaganda dalam menyudutkan Islam. Kenyataannya, seiring dengan pesatnya grafik pertumbuhan Muslim di Eropa, semakin deras dan tajam juga Islam disudutkan oleh dunia barat. Memotong dan menyalah-artikan suatu ayat Qur’an dan Hadits merupakan salah satu jalan yang ditempuh untuk menyudutkan kita.

Coba perhatikan hadits Rasulullah tentang penyembelihan ini:
Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan (kebaikan) pada segala sesuatu. Maka jika kalian membunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan apabila kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih. (Yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar meringankan binatang yang disembelihnya.” (H.R. Muslim)

Kandungan hadits ini agaknya sulit untuk dijelaskan kepada orang Barat. Kalaupun mengerti dari maksud hadits di atas, para musuh Islam bisa menjadikannya celah untuk menyudutkan kita. Betapa tidak, di dalamnya terdapat ungkapan kata seakan-akan Allah memerintahkan kita untuk 'membunuh'. Apalagi secara eksplisit disebutkan pengertian '…tajamkanlah pisaunya…!' Bukankah ini menunjukkan bahwa umat Islam memang disuruh dan dilatih untuk membunuh dengan 'kejam'.

Menurut mereka, cara penyembelihan yang paling "berperikehewanan" adalah dengan membuat hewan sembelihan tersebut tidak sadar sebelum disembelih. Metode yang dilakukan melalui cara pemingsanan dengan setrum, bius, maupun dengan cara -yang mereka anggap paling baik- memukul bagian tertentu di kepala ternak dengan alat tertentu pula. Alat yang digunakan adalah Captive Bolt Pistol (CBV). Dengan cara demikian, hewan yang disembelih dianggap tidak menderita kesakitan karena disembelih dalam keadaan tidak sadar (pingsan).

Ketika kita disudutkan dengan penafsiran nakal tentang hadits tadi maupun dengan rasa manusiawi pada hewan sembelihan, lalu ditambah dengan sodoran metode yang mereka anggap sangat ‘berperikemanusian’ tadi, apa tanggapan kita? Apa argumentasi dan jawaban untuk meloloskan umat Islam ketika disudutkan seperti ini? Menolak tanpa bisa memberi argumentasi yang masuk akal atau menerima saja tuduhan itu dengan setengah hati, yang berarti ‘membenarkan’ tuduhan mereka itu? Apakah memang sangat sulit bagi kita yang beriman, untuk meyakinkan diri sendiri bahwa Syariat Islam adalah yang terbaik?

Alhamdulillah… Ada sebuah titik terang. Memang selalu ada jawaban dari setiap pertanyaan tentang kebenaran Islam. Selalu ada penguatan Allah dari setiap adanya usaha pelemahan dari musuh dien-Nya yang mulia ini.

Di bawah ini adalah tulisan yang disadur dan diringkas oleh Usman Effendi AS., dari makalah tulisan Nanung Danar Dono, S.Pt., M.P., Sekretaris Eksekutif LPPOM-MUI Propinsi DIY dan Dosen Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta:

Melalui penelitian ilmiah yang dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkemuka di Jerman. Yaitu: Prof.Dr. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim. Keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih baik dan paling tidak menyakitakan, penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?

Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.

Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.

Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni: saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu: arteri karotis dan vena jugularis.

Patut pula diketahui, syariat Islam tidak merekomendasikan metoda atau teknik pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat justru mengajarkan atau bahkan mengharuskan agar ternak dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih.

Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati. Nah, hasil penelitian inilah yang sangat ditunggu-tunggu!

Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh beberapa hal sbb.:

Penyembelihan Menurut Syariat Islam
Hasil penelitian dengan menerapkan praktek penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:

Pertama
, pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.

Kedua
, pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi tersebut benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

Ketiga
, setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol). Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!).

Keempat
, karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.

Penyembelihan Cara Barat
Pertama, segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps (roboh). Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan (tampaknya) tanpa (mengalami) rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).

Kedua
, segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).

Ketiga
, grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik darah dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

Keempat
, karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.

Bukan Ekspresi Rasa Sakit!
Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya! Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, pastilah disertai rasa sakit dan nyeri. Terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…!

Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang sebaliknya. Yakni bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat Islam dalam penyembelihan ternak) ternyata 'tidaklah menyentuh’ saraf rasa sakit. Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras). Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu.

Subhanallah… Memang selalu ada jawaban dari setiap pertanyaan tentang kebenaran Islam. Selalu ada penguatan Allah dari setiap adanya usaha pelemahan dari musuh Dien-Nya yang mulia ini.

Sebenarnya, sudah tidak ada alasan lagi menyimpan rasa tak tega melihat proses penyembelihan kurban, karena aku sudah tahu bahwa hewan ternak tersebut tidak merasakan sakit ketika disembelih. Dan yang paling penting, aku dapat mengerti hikmah dari salah satu Syariah Islam dan keberkahan Allah yang tersimpan di dalamnya.

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala…” (QS Al-Ma'idah: 3)

Wallahu’alam



No comments:

Post a Comment