Thursday, 7 June 2012

Benarkah Kisah “Alqomah Anak Yang Durhaka Kepada Ibunya?”


Al Kisah
Konon dikisahkan bahwa pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada seorang pemuda yang bernama Alqomah. Dia seorang pemuda yang giat beribadah, rajin sholat, banyak puasa dan suka bershodaqoh. Suatu hari dia sakit keras, maka istrinya mengirim utusan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk meberitahukan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tentang keadaan Alqomah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian mengutus Ammar bin Yasir, Shuhaib ar Rumi dan Bilal bin Robah radhiyallahu ‘anhum untuk melihat keadaannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pergilah kerumah Alqomah dan talqinlah untuk menguncapkan Laa ilaha Illallah.” Akhirnya mereka berangkat kerumahnya, ternyata pada saat itu Alqomah sudah dalam keadaan naza’, maka segeralah mereka mentalqinnya, namun ternyata lisan Alqomah tidak bisa mengucapkan Laa Ilaha Illallah.Langsung saja mereka laporkan kejadian ini pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bertanya,”Apakah dia masih mempunyai kedua orang tua?” Ada yang menjawab,”Ada, wahai Rasulullah, dia masih mempunyai seorang ibu yang sudah tua renta.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim utusan untuk menemuinya, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan kepada utusan tersebut,”Katakan kepada ibunya Alqomah, jika dia masih mampu untuk berjalan menemui Rasulullah, maka datanglah, namun jika tidak, maka biarlah Rasulullah yang datang menemuinya.” Tatkala utusan itu sampai ketempat ibunya Alqomah, dan pesan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam telah disampaikan, maka dia berkata,”Sayalah yang lebih berhak untuk mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Maka dia pun memakai tongkat dan berjalan mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sesampainya dirumah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, maka dia mengucapkan salam dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab salamnya, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Wahai ibu Alqomah, jawablah pertanyaanku dengan jujur. Sebab jika engkau berbohong maka akan datang wahyu dari Allah azza wa jalla yang akan memberitahukan (hal itu) kepadaku. Bagaimana sebenarnya keadaan putramu Alqomah?” maka sang ibu menjawab,”Wahai Rasulullah, dia rajin  mengerjakan shalat, banyak puasa, dan senang bersedekah.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya,”Lalu bagaimana perasaanmu terhadapnya?” Dia menjawab,”Saya marah kepadanya wahai Rasulullah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya lagi, “Kenapa?” Dia menjawab,”Wahai Rasulullah, dia lebih mengutamakan istrinya dibandingkan saya, dan dia pun durhaka kepadaku.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Sesungguhnya kemarahan sang ibu telah menghalangi lisan Alqomah sehingga tidak bisa mengucapkan syahadat.” Kemudian beliau bersabda,”Wahai Bilal, pergilah dan kumpulkan kayu bakar yang banyak.” Si Ibu bertanya,”Wahai Rasulullah, apa yang akan engkau lakukan.” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,”Saya akan membakarnya dihadapanmu.” Dia menjawab,”Wahai Rasulullah, saya tidak tahan apabila engkau membakar anakku dihadapanku.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,”Wahai ibu Alqomah, sesungguhnya adzab Allah azza wa jalla lebih pedih dan lama. Kalau engkau ingin agar Allah azza wa jalla mengampuninya, maka relakanlah anakmu Alqomah. Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, sholat, puasa, dan sedekahnya tidak akan memberinya manfaat sedikitpun selagi engkau masih marah kepadanya.” Lantas sang ibu ini berkata,”Wahai Rasulullah, Allah azza wa jalla sebagai saksi, serta semua kaum muslimin yang hadir saat ini, bahwa saya telah ridho kepada anakku Alqomah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata kepada Bilal radhiyallahu ‘anhu,”Wahai Bilal, pergilah kepadanya dan lihatlah apakah Alqomah sudah bisa mengucapkan syahadat ataukah belum. Barangkali ibu Alqomah mengucapkan sesuatu yang bukan berasal dari hatinya, atau barangkali dia hanya malu kepadaku.” Bilal pun berangkat, dan ternyata dia mendengar Alqomah dari dalam rumah mengucapkan Laa Ilaha Illallah. Maka Bilal masuk dan berkata,”Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kemarahan ibu Alqomah telah menghalangi lisannya sehingga tidak bisa mengucapkan syahadat, dan ridhonya telah menjadikannya mampu mengucapkan.” Dan akhirnya Alqomah meninggal dunia saat itu juga. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya dan memerintahkan agar dia dimandikan lalu dikafani, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mensholatinya dan menguburkannya, dan didekat kuburan itu beliau bersabda,”Wahai sekalian kaum Muhajirin dan Anshor, barangsiapa yang melebihkan istrinya daripada ibunya, maka dia akan mendapatkan laknat dari Allah azza wa jalla, para malaikat, dan seluruh manusia. Allah azza wa jalla tidak akan menerima amalannya sedikitpun kecuali kalau dia mau bertaubat, dan berbuat baik kepada ibunya, serta meminta keridhoannya, karena ridho Allah azza wa jalla tergantung pada ridhonya dan kemarahan Allah azza wa jalla tergantung pada kemarahananya.”
Kemasyhuran Kisah Ini
Kisah ini dengan perincian peristiwanya di atas sangat masyhur di kalangan kaum muslimin. Para penceramah selalu menyebutkan ketika berbicara tentang durhaka kepada kedua orang tuanya. Bahkan sepertinya, jarang sekali kaum muslimin yang tidak mengenal kisah ini. Dan yang semakin membuatnya masyhur adalah bahwa kisah ini terdapat dalam kitab al Kabair yang disandarkan kepada al Hafidz adz Dzahabi rahimahullah. Padahal kitab al Kabair yang terdapat kisah ini, bukanlah tulisan Imam adz Dzahabi rahimahullah, sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Syaikh Masyhur Hasan Salman rahimahullah dalam kitab beliau Kutubun Hadzara Minha Ulama, juga dalam muqoddimah kitab adz Dzahabi rahimahullah yang sebenarnya.
Kisah ini juga terdapat dalam kitab-kitab yang membicarakan tentang kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua. Namun itu semua tidaklah dapat menjadi jaminan bahwa kisah ini shohih.
Takhrij Hadits Ini
Hadits yang menyebutkan kisah ini secara umum diriwayatkan oleh Imam Ahmad 4/382, Thobroni, Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6/197, dan dalam Dala’ilun Nubuwwah 6/205. Semuanya dari jalan: Yazid bin Harun berkata, telah menceritakan kepada kamu Fa’id bin Abdirrohman, (dia) berkata, “Saya mendengar Abdullah bin Abi Aufa berkata,”Ada seseorang yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata,”Wahai Rasulullah, disini ada seorang pemuda yang sakaratul maut, dia disuruh untuk mengucapkan syahadat namun tidak bisa mengucapkannya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya,”Bukankah dia mengatakannya selama hidupnya?” dijawab,”Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali bertanya,”Lalu apa yang menghalanginya untuk mengucapkan syahadat saat akan mati?”…..Lalu selanjutnya diceritakan tentang kisah pemuda ini yang durhaka kepada ibunya, dan keinginan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membakarnya yang akhirnya ibunya ridho kepadanya, dan dia pun bisa mengucapkan syahadat, lalu meniggal dunia sampai akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Segala puji bagi Allah azza wa jalla yang menyelamatkannya dari api neraka.”
Derajat Hadits Ini
Kisah ini : LEMAH SEKALI
Sisi kelemahannya adalah bahwa kisah ini diriwayatkan hanya dari jalur Abul Warqo’ Fa’id bin Abdirrahman, sedangkan dia adalah seorang yang ditinggalkan haditsnya, dan seorang yang  tertuduh berdusta.
Berkata Ibnu Hibban rahimahullah,”Dia termasuk orang yang meriwayatkan hadits-hadits munkar dari orang-orang yang terkenal. Dia meriwayatkan dari Ibnu Abi Aufa dengan hadits-hadits yang mu’dhol, maka tidak boleh berhujjah dengannya.
Berkata Imam Bukhari rahimahullah,”Dia meriwayatkan dari Ibnu Abi Aufa, dan dia seorang yang munkar hadits.”
Berkata Ibnu Hajar rahimahullah,”Dia orang yang lemah, tidak tsiqoh, dan ditinggalkan haditsnya dengan kesepakatan para ulama.”
Oleh karena itu para ulama telah melemahkan hadits ini, diantaranya:
1. Imam Ahmad dalam Musnad beliau
2. Al Uqoili dalam adh Dhu’afa al Kabir 3/461
3. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6/198
4. Ibnul Jauzi dalam al Maudhu’at 3/87
5. Al Mundziri dalam at Targhib wat tarhib 3/222
Karena beliau meriwayatkan kisah ini dengan lafaz (ra waw ya – diriwayatkan). Sedangkan beliau mengatakan dalam muqoddimah kitab tersebut: apabila dalam sanad sebuah hadits terdapat seorang pendusta, pemalsu hadits, tertuduh berdusta, disepakati untuk ditinggalkan haditsnya, lenyap haditsnya, lemah sekali, lemah atau saya tidak menemukan penguat yang memungkinkan untuk mengangkat haditsnya menjadi hasan, maka saya mulai dengan lazadz (ra waw ya – diriwayatkan). Dan saya tidak menyebutkan siapa perowinya juga tidak saya sebutkan sisi cacatnya sama sekali. Dari sini maka sebuah sanad yang lemah bisa diketahui dengan dua tanda, pertama: dimulai dengan lafadz (ra waw ya – diriwayatkan), dan tidak ada keterangan sama sekali setelahnya.”
6. Adz Dzahabi dalam Tartibul Maudhu’at no.874
7. Al Haitsami dalam Majma’uz Zawa’id 8/148
8. Ibnu ‘Aroq dalam Tanzihusy Syari’ah 2/296
9. Asy Syaukani dalam Al Fawa’id al Majmu’ah
10.  Al Albani dalam Dlo’if Targhib
Ganti Yang Shohih
Setelah diketahui kelemahan hadits ini, maka tidak boleh bagi siapapun untuk menyebutkan kisah ini saat membahas tentang kewajiban berbakti kepada kedua orang tua dan larangan durhaka kepadanya. Namun perlu diketahui bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah sebuah kewajiban syar’i dan durhaka adalah sebuah keharaman yang nyata. Banyak ayat dan hadits yang menyebutkan hal ini, diantaranya:
Firman Allah azza wa jalla (yang artinya):
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” [QS.al Isro’:23]
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ada seseorang yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata,”Saya datang demi berbaiat kepadamu untuk berhijrah, namun saya meninggalkan kedua orang tuaku menangis.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau membuat keduanya menangis.” [HR.Abu Dawud dengan sanad shohih.lihat Shohih Targhib: 2481]
Dari Abdullah bin Umar berkata, “Saya mempunyai seorang isteri yang saya cintai, namun Umar membencinya, dan dia mengatakan kepadaku, “Ceraikan dia.” Saya pun enggan untuk menceraikannya. Maka Umar datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu menyebutkan kejadian itu, maka Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku,”Ceraikanlah dia.” (HR.Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dan beliau menshohihkannya. Berkata Tirmidzi: “Hadits ini Hasan Shohih.”)
Dari Abdullah bin Amr bin Ash dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Dosa-dosa besar adalah berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa serta sumpah palsu.” (HR.Bukhari)
Dan untuk mengetahui banyak hadits tentang pahala berbuat bakti kepada kedua orang tua dan ancaman bagi yang durhaka kepada keduanya, lihatlah shohih Targhib wat Tarhib Oleh Syaikh al Albani rahimahullah pada bab ini. Wallahu A’lam.
Sumber: Dipetik dari Majalah al Furqon Edisi 06 Tahun ketujuh / Muharam 1429 / Jan-Feb 2008 Hal.56-58

No comments:

Post a Comment